Senin, 18 Oktober 2010

Trenggalek, 11 Agustus 2010
Organisasi Sukarela

Ali Mustofa, Anggota LKM Rejowinangun, Trenggalek, Jawa Timur [Dok. Istimewa]
Ali Mustofa, Anggota LKM Rejowinangun, Trenggalek, Jawa Timur [Dok. Istimewa]
Secara definisi, organisasi sukarela adalah himpunan orang yang bebas untuk berpartisipasi atau tidak, sesuai pilihannya sendiri. Organisasi ini terbuka bagi orang-orang yang memiliki minat atau maksud yang sama. Mereka menentukan kebijaksanaan sendiri dan mengarahkan kegiatan-kegiatannya sendiri. Keberadaan organisasi ini mewujudkan masyarakat yang selalu waspada (alert), peduli (concern), dan bertanggung-jawab (responsible).
Organisasi sukarela—baik besar maupun kecil—mempunyai tanggung-jawab ganda. Yaitu, pertama, memberi pelayanan atau meneruskan pelayanan untuk perbaikan   dan kemajuan masyarakat. Kedua, memberi kesempatan kepada anggotanya dan relawan lain untuk berbagi tanggung-jawab dalam mencapai maksud tersebut di atas, dengan jalan membantu program secara langsung ataupun tidak langsung.
Sekarang, definisi relawan (volunteer). Relawan adalah orang yang bersedia menyediakan waktunya tanpa dibayar untuk mencapai tujuan organisasi, dengan tanggung-jawab yang besar atau terbatas, tanpa atau dengan sedikit latihan khusus—tetapi dapat pula dengan latihan yang sangat intensif dalam bidang tertentu—untuk bekerja sukarela membantu tenaga profesional.
Lima dimensi kesukarelawanan adalah sebagai berikut.
  1. Relawan bukan pekerja karir. 
  2. Relawan bekerja tanpa gaji, upah atau honorarium.
  3. Relawan memiliki tanggung jawab yang berbeda dengan pekerja yang digaji. Tanggung jawab relawan terbatas pada tugas tertentu, sedangkan tenaga terlatih (profesional) mempunyai tanggung-jawab menyeluruh dan memimpin pelaksanaan tugas.
  4. Relawan mempunyai persiapan yang berbeda untuk kerja sukarelanya dari tenaga karir; yang terakhir ini harus memenuhi peryaratan spesifik dalam pendidikan dan pengalaman untuk bisa diterima sebagai pekerja, sedangkan relawan biasanya tidak ada syarat semacam itu.
  5. Relawan punya identifikasi yang berbeda terhadap organisasi dan masyarakat dibandingkan dengan pekerja karir yang bisa dipromosikan untuk posisi-posisi di organisasi lain dalam rangka pengembangan karirnya.
Kunci keberhasilan di atas ini adalah adanya kepemimpinan yang profesional, dan pimpinan sukarelawan yang kompeten.
Sayangnya, kecenderungan kesukarelaan saat ini antara lain, sekadar batu loncatan ke jenjang karir; menggunakan pendekatan tim, untuk berbagi kesempatan karena mereka tak bisa menyediakan waktu yang cukup; penyediaan anggaran untuk biaya operasi; penugasan jangka pendek (ad-hoc).
Untuk itu, diperlukan pelatihan bagi sukarelawan dengan tahap-tahap sebagai berikut.
  1. Persiapan. Mempersiapkan sukarelawan untuk menerima pelatihan mental dan fisik.
  2. Perkenalan. Memperkenalkan sukarelawan baru kepada orang-orang dalam organisasi.
  3. Orientasi. Pengenalan organisasi dan pekerjaan/tugasnya.
  4. Pelatihan Dasar. Pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan agar dapat melaksanakan pekerjaan.
  5. Pelatihan dalam pekerjaan (on-the-job training). Supervisi dan konsultasi secara individual.
  6. Pelatihan lanjutan (advanced training). Pelatihan guna mendapatkan kompetensi dalam melakukan pekerjaan.
  7. Pengakuan (recognition). Pengakuan terhadap hasil-hasil yang dicapai akan membuat orang merasa berharga/berguna dan telah mencapai sesuatu.
(Ali Mustofa, Anggota LKM Rejowinangun, Trenggalek, Jawa Timur; Firstavina)
Trenggalek, 26 Agustus 2010
Seorang Relawan = Sukarelawan

Ali Mustofa, Anggota LKM Rejowinangun, Trenggalek, Jawa Timur [Dok. Istimewa]
Ali Mustofa, Anggota LKM Rejowinangun, Trenggalek, Jawa Timur [Dok. Istimewa]
Seperti sifat alamiahnya, setiap manusia pada dasarnya memiliki jiwa sukarela dan tolong-menolong antarsesama—orang yang dikenalnya atau tidak. Dalam suatu peristiwa, ketika terdapat korban tak berdaya, tanpa komando dan aba-aba, siapapun yang dekat dengan kejadian, pasti akan berhamburan dan menolong korban yang terlibat dalam kejadian itu. Dari contoh kecil tersebut, sudah dapat dibuktikan, sejak diturunkan ke dunia, kita memang sudah dilengkapi sikap tersebut, yaitu sikap untuk saling tolong-menolong.
Rame ing gawe, sepi ing pamrih. Banyak kerja sedikit harapan akan imbalan, atau malah mungkin tidak sama sekali,begitulah kira-kira gambaran kasar dari sikap kesukarelawanan. Meski demikian, tidak semua orang dapat melakukan sikap kerelawanan, apapun alasannya.
Yang pasti, hanya orang-orang yang memiliki sikap empati tinggi saja yang mampu menjalaninya. Hanya orang-orang yang dapat merasakan penderitaan orang lain secara mendalam saja yang mampu menggerakkan hati, mengulurkan tangan dan menarik orang yang menderita dari kesusahan, meski tidak sepenuhnya lepas dari penderitaan. Setidaknya dapat mengurangi.
Memang sudah dikatakan sejak awal bahwa setiap manusia dibekali sikap sukarela tersebut dan karenanya ia disebut sebagai makhluk sosial. Tapi perlu juga diingat, ada kalanya seseorang itu memutuskan menolong atau tidak menolong dalam suatu keadaan. Keputusan yang akan diambil seseorang tergantung oleh banyak hal. Entah itu keadaannya, suasana hatinya, lingkungan, orang-orang sekitarnya, atau pikiran macam-macam yang berada di kepala seseorang tersebut untuk memutuskan ia mau menolong atau tidak menolong. Bahkan, bisa acuh tak acuh.
Itu berarti menunjukkan bahwa cuma orang yang berempati pada suatu peristiwa dan dengan sikap kesukarelaan yang sudah terlatih saja yang dapat terjun langsung memutuskan menolong tanpa pikir panjang.
Mari kita ambil satu contoh serderhana. Kali ini kita berada dalam sebuah angkutan umum dan ada tukang minta-minta berjalan sambil mengulurkan tangan mengharapkan belas kasihan orang-orang yang berada dalam angkutan umum tersebut. Kita bisa lihat—jika kita duduk di bangku paling belakang—siapa saja yang memberi dan siapa yang tidak, siapa yang besar memberinya dan siapa yang paling sedikit. Sampai tangan itu menyodor ke arah kita, dan melihat tumpukan uang di tangan pengemis itu di hadapan kita, apakah kita akan merogoh kantong mencari lembaran uang dengan nominal besar atau sekedar uang recehan dengan nominal paling kecil yang ada dalam kantong?
Seandainya saja kita mengingat-ingat jumlah uang yang berada dalam kantong, karena hal ini penting untuk pencatatan pengeluaran, dan seandainya juga Anda adalah seorang pencatat pengeluaran keuangan pribadi dengan sangat teliti, lalu kita memberikan sebagian rejeki kepada pengemis itu sementara di tangannya sudah menumpuk uang kertas dan receh yang diberikan orang-orang kepadanya? (Anda ataupun saya tidak perlu menjawabnya sekarang).
Tapi, seandainya kita tepat berada dalam situasi demikian, bukan simulasi, apakah Anda akan memberi? Apakah akan berpikir panjang-lebar terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk memberi atau tidak? Meski, seandainya, pengemis itu masih beberapa langkah dari hadapan Anda. Apakah Anda akan meliarkan mata dari kaki sampai ujung rambut pengemis itu sebelum menjatuhkan sekoin recehan ke tangan pengemis tersebut, bahkan selembar uang sepuluh ribuan?
Saya tidak mencoba untuk berusaha menghakimi siapa-siapa dalam hal ini, apakah Anda atau saya adalah orang yang tulus atau tidak tulus. Itu hanya masalah pilihan saja. Yang mau coba saya tekankan adalah bagaimana sikap kesukarelaan itu dapat muncul dalam suatu keadaan atau peristiwa dalam diri seseorang. Bahkan, mungkin dalam aspek kehidupan sosial yang lebih besar ketimbang hanya sebuah kecelakaan mobil, umpamanya.
Bagi saya, apa pun lembaga-lembaga yang diusung seseorang, motivasi dan sikap politis atau tidak politis apa pun yang diemban, mengharapkan tanda jasa, imbalan atau benar-benar tulus tidak mengharapkan apa-apa dalam melakukan tindak kesukarelaan. Sikap itu akan selalu ada pada diri orang-orang yang memang memiliki rasa sosial dan empati yang tinggi, dalam setiap zaman! (Ali Mustofa, Anggota LKM Rejowinangun, Trenggalek, Jawa Timur; Firstavina)

Skenario Kehidupan

Skenario Kehidupan

Manusia Seperti Robot
System kerja manusia boleh dikatakan seperti robot. Dia menjalani kehidupan sesuai dengan peta internal / internal map / life script yang sudah ada dalam dirinya, tepatnya di pikiran bawah sadar.  Jika di peta internal tertulis hanya mendapat penghasilan setara 2 juta rupiah per bulan, maka sekeras apapun usaha untuk mendapatkan penghasilan 10 juta rupiah per bulan, tetap saja penghasilannya tidak akan pernah meningkat. Banyak orang menamakan hal tersebut takdir atau ‘suratan nasib’.
Hanya sedikit orang yang mengerti bahwa : Peta kehidupan tidak dibentuk oleh diri sendiri, tetapi dibentuk oleh lingkungan sejak kita usia 3 bulan dalam kandungan, dan dengan upaya tertentu, kita bisa mengubah nya sesuai jalan hidup yang kita inginkan.
Karena hanya sedikit orang yang mengerti tentang hal ini, maka banyak sekali orang yang tidak bisa berubah kehidupannya. Mereka mencoba bekerja lebih keras dan menempuh pendidikan yang lebih tinggi dengan harapan bisa mengubah nasib. Tetapi apa yang terjadi? Nasib mereka tidak banyak berubah. Dari penelitian, 80% profesional berpenghasilan besar, diatas 20 juta per bulan (tahun 1994), jatuh miskin di usia tuanya. Mengapa demikian, karena memang bukan pendidikan tinggi dan kerja keras yang akan menentukan kesuksesan seseorang. Yang menentukan kesuksesan adalah, apakah kita bisa mengubah Mindset,  atau lebih tepatnya, mengubah skenario kehidupan kita. Pendidikan tinggi dan kerja keras hanya berperan membantu kesuksesan.
Ribuan tahun lalu, Budha berkata : ”Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk” (Dhammapala 1:1).
Banyak orang berusaha berubah, dengan cara mengubah tindakan. Hal seperti itu tidak akan berhasil, karena tindakan kita dikendalikan oleh pikiran bawah sadar. Setiap perubahan, harus dimulai dari pikiran, bukan dari yang lain. Bukan dari tindakan, bukan pula dari kebiasaan. Tindakan dan kebiasaan akan berubah dengan sendirinya, jika pikiran berubah.

Internal Map
Internal map disebut juga life script/ skenario kehidupan, adalah sekumpulan kepercayaan (belief) tentang kehidupan. Baik kepercayaan dibidang finansial, keluarga, sosial, fisik, mental dan spiritual. Semua belief  bersifat netral, tidak ada yang benar maupun yang salah. Apapun yang menurut kita benar, akan selalu ada orang lain yang berpikiran sebaliknya. Yang penting bagi kita adalah, apakah belief yang kita miliki tersebut mendukung pencapaian kemajuan, atau justru sebaliknya, menghambat kemajuan. Belief yang menghambat, disebut mental block.
Misalnya, kita ingin memiliki kekayaan atau penghasilan besar, tetapi di pikiran bawah sadar ada belief yang mengatakan cari uang itu sukar. Maka sekeras apapun bekerja, kita tidak akan pernah kaya. Pikiran bawah sadar tugasnya melindungi kita, dan kekuatannya 9x lipat pikiran sadar. Jadi, walaupun kita sangat ingin kaya (ingin = pikiran sadar), tetapi , tanpa kita sadari, pikiran bawah sadar percaya bahwa cari uang itu sukar, maka semua yang kita lakukan untuk bisa kaya, akan disabotase  olehnya, karena pikiran bawah sadar tidak ingin kita mendapat kesukaran. Dan jelas dia menang, karena pikiran bawah sadar sangat kuat.
*Mungkin Anda heran dan tidak percaya “Ah masak janin yang baru berusia 3 bulan” sudah bisa menyimpan data?”. Kalau Anda berpikiran seperti itu Anda benar, Saya pun semula berpikiran demikian. Tetapi sekarang setelah istri saya menjalani Hypnotherapy pada tanggal 29 Januari 2010 yang lalu oleh Ibu Brenda ie-Mc Rae,CCHt saya baru yakin benar. Dalam hypnotherapy tersebut kepada istri saya dilakukan apa yang disebut “Past Life & Age Regression” (Regresi ke Kehidupan / Masa Lalu) untuk mencari tahu akar permasalahan yang tidak nampak di permukaan (pikiran sadar). Pada saat dilakukan regresi dan juga setelahnya istri saya bisa bercerita dengan jelas/gamblang dan terperinci bagaimana dia diperlakukan saat usia 5 bulan dalam kandungan. Dia tahu bagaimana perasaan ibu/bapaknya  saat gembira, panik, sedih dan lain-lain, bahkan baju yang dipakai ibu/bapaknya dia juga tahu. Pada saat dia dilahirkan dia juga tahu ditolong oleh siapa (dokter, bidan atau dukun bayi), pakai baju apa dan juga tahu warna kain yang dipakai ibunya saat melahirkan. Dia juga ingat benar pada usia berapa saat digendong pertama kali oleh bapaknya dan bapaknya pakai baju apa, juga mengerti bagaimana perasaan bapaknya saat itu. Saat usia 1 tahun dia juga masih ingat dengan jelas dia diasuh oleh siapa, dimana dan baju yang dikenakan dan lain-lain peristiwa, sampai usia 7 tahun. Padahal orang tuanya gak pernah cerita sama sekali tentang hal ini. Berbeda dengan hypnosis, kalau hypnotherapy si pasien tidak tidur, hanya pikiran sadarnya tidak aktif (off), yang aktif adalah pikiran bawah sadar. Kalau hypnosis si pasien dalam keadaan tidur, sehingga setelah bangun sama sekali nggak ingat apa yang telah dilakukan. Sudah barang tentu apa yang dialami oleh istri saya tersebut tidak akan pernah terbongkar seandainya dalam Hypnotherapy kepadanya tidak dilakukan regresi, karena semua kejadian tersimpan sangat kuat dipikiran bawah sadar (anak dibawah usia 7 tahun belum memiliki pikiran sadar). Dengan Hypnotherapy semua peristiwa/kejadian mulai janin masih dalam kandungan bisa diketahui dengan sangat jelas* .

Dari mana kepercayaan cari uang sukar tersebut kita peroleh?. Mungkin dari pembantu/baby sitter, orang tua, guru, guru mengaji, atau kakek saat kita masih kecil dulu dan bahkan ketika kita masih berupa janin yang ber usia 3 bulan dalam kandungan ibu.


















Kepercayaan cari uang sukar tersebut akan berusaha dibuktikan kepada kita bahwa dialah (pikiran bawah sadar) yang benar, dengan cara mempersulit kita mencari uang.
Oleh karena itu, untuk bisa sukses, kita perlu menghilangkan (sebenarnya tidak bisa hilang, tetapi hanya non aktif) semua belief yang tidak mendukung kemajuan, dan memasukkan belief  baru yang bisa mendukung kemajuan. Jika belief  sudah berubah, peta internal  juga berubah, dan pada gilirannya akan mengubah tindakan-tindakan, kemudian kebiasaan juga berubah, karakter berubah dan nasib juga berubah (semua berlangsung otomatis).
Tanpa mengubah belief, segalanya hanya berjalan ditempat.

Kapan Internal Map Terbentuk?
Internal map terbentuk pada usia tumbuh kembang mulai janin yang masih berusia 3 bulan dalam kandungan sampai usia 21 tahun. Setelah usia 21 tahun, praktis peta sudah tidak banyak berubah, kita hanya tinggal mengikutinya saja. ”Wong urip ngono mung sak dermo nglakoni”. Hanya 5% orang yang bisa berubah spontan, sedang yang lain, hanya menjalani saja. Jika dahulu kita pernah berkesimpulan bahwa ”uang itu jahat”, ”orang kaya itu pelit”, ”perlu kerja keras kalau ingin kaya”, mungkin dari pembantu atau orang tua (sekarang mungkin sudah lupa). Hasilnya, kita akan miskin!!.
 Ceiling (Plafond)
UNKNOWN (Zona tidak nyaman)

Sabotase
Floor (dasar)
Zona nyaman


                                                              Motivasi

Kemampuan keuangan kita selalu berada diantara ceiling dan floor saja. Jika kita berusaha menaikkan keuangan diatas ceiling (misalnya penghasilan kita meningkat tajam), akan ada mental block  yang menghambatnya. Jika keuangan kita masuk zona tidak nyaman (UNKNOWN), apapun akan dilakukan oleh pikiran bawah sadar untuk membawa kita lembali ke zona nyaman (yang sebenarnya sangat tidak nyaman – menurut kita).
Di tahun 80 an, ada seorang tukang becak bernama pak Achmad. Dia hidup sangat sederhana seperti umumnya tukang becak. Sebagai manusia normal, dia ingin memiliki kehidupan yang lebih baik. Untuk itu, dia berusaha dengan cara seperti yang lain saat itu, yaitu membeli kupon undian SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah).
Walaupun tidak pernah dapat, setiap minggu dia tetap menyisihkan penghasilannya untuk membeli kupon, sambil berdoa agar mendapat undian. Doanya terkabul, tidak tanggung-tanggung, dia mendapat hadiah utama sebesar 1 milyar. Itu senilai 20 milyar uang sekarang. Dipotong pajak, dia akan menerima sebesar 15 milyar. Dengan uang sebesar itu, mestinya dia akan bisa hidup nyaman seumur hidupnya, karena jika uang tersebut didepositokan, minimal akan mendapat 75 juta perbulan. Kalau diinvestasikan ke toko swalayan waralaba, paling tidak akan memeroleh 20 toko, yang menghasilkan 200 juta perbulan. Tetapi apa yang terjadi?, lima tahun kemudian, pak Achmad kembali menarik becak, dan uangnya habis. Ketika ditanya , dia hampir tidak bisa menjelaskan, dihabiskan untuk apa saja uangnya. Ada yang dipinjam famili tidak dikembalikan, ada yang mengajak bisnis tetapi tertipu, dan ketika dia membeli tanah, ternyata surat-surat tanahnya tidak beres dan lain-lain.
Mengapa ada orang yang begitu mudah mendapat rezeki, dan setelahnya gampang sekali menghilang/habis. Apakah hal tersebut merupakan suatu kebetulan?. Tidak, itu sama sekali bukan kebetulan. Kita hidup di dunia ini, berada dibawah peraturan suatu hukum alam, yang bernama Hukum Tarik Menarik/Hukum Menabur dan Menuai. Seperti halnya Hukum Gravitasi yang berlaku setiap saat dan pada semua makhluk, LOA pun demikian juga. Tidak sedetikpun kita bisa lepas dari hukum ini. Yang perlu dilakukan adalah mengetahui, mempelajari kemudian menterapkan hukum ini untuk kemajuan kehidupan.
Karena menang undian, dia melambung tinggi melampaui comfort zone nya. Tetapi batas ekspektasi/ceiling nya belum berubah, maka yang terjadi, pikiran bawah sadar berusaha dengan segala cara untuk mengembalikan pak Achmad ke zona nyaman (yang sebenarnya sangat tidak nyaman, menurut kita). Pikiran bawah sadar selalu menganggap setiap keadaan adalah netral. Anda kaya atau miskin sama saja bagi bawah sadar. Pokoknya yang tergambar seperti itu, ya itulah comfort zone nya. Anda tahu kemampuan pikiran bawah sadar?, yaitu bisa menghubungi bawah sadar orang lain. Jadi, dia minta tolong orang lain untuk menipu pak Achmad, dan meyakinkan pak Achmad bahwa dia tidak sedang ditipu, dan -sim salabim, abra kedabra-, tertipulah dia dan habislah uangnya. Kok sadis amat, apa pikiran bawah sadar tidak berpihak ke pak Achmad agar mereka hidup bahagia?. Pikiran bawah sadar justru berusaha melindungi pak Achmad, tetapi dengan caranya sendiri. Bagi bawah sadar, sesuatu yang ada di luar kotaknya (tidak sama dengan program yang sudah ada) adalah sesuatu yang asing dan patut dicurigai.
Kasus seperti pak Achmad banyak sekali terjadi,bukan hanya terjadi di Indonesia saja. Di luar negeri ada penelitian, dari 100 orang yang menang undian besar, 80 orang, lima tahun kemudian menjadi lebih miskin dari sebelum memenangkan undian. Ada juga penelitian di Indonesia yang dilakukan tahun 1994. Ternyata, 80% dari profesional berpenghasilan besar (diatas 20 juta/tahun), jatuh miskin di usia tuanya. Gila nggak, para profesional tadi memiliki penghasilan yang sangat besar, setara dengan 50 jutaan   uang sekarang. Tetapi di usia tuanya, sebagian besar jatuh miskin. Bagaimana dengan yang berpenghasilan kecil?. Tentu saja, mereka tidak akan pernah jatuh miskin, karena memang sudah miskin.
Contoh lain : Ada seorang pegawai sebut saja G dengan gaji yang tidak seberapa besar, tinggal dirumah sederhana di sebuah gang sempit (zona nyaman). Tiba-tiba saja dia mendapat uang milyaran rupiah sehingga bisa beli rumah dan apartemen mewah dilingkungan elite dan gaya hidupnya sangat mewah (masuk zona tidak nyaman). Apa kemudian yang terjadi? Bawah sadarnya rupanya menghubungi bawah sadar orang lain agar menariknya kembali ke zona nyaman.
Dahulu kami punya anak asuh, kebetulan anak yatim, orang tuanya sangat tidak mampu. Singkat kata anak tersebut kami sekolahkan di SMP. Soal makan pada awalnya kami mengalami kesulitan, karena dia gak suka sayur dan lauk yang lain kecuali ikan asin (zona nyaman). Jadi setiap hari kami harus menyediakan ikan asin, sambil kami ajari agar suka sayur termasuk lauk yang lain. Setelah lebih dari 1 tahun baru mereka mau makan sayur juga lauk yang lain. Rupanya apa yang menurut kami baik, diterima sebaliknya oleh pikiran bawah sadar dia. Bawah sadar dia merasa “terancam” dengan perlakuan kami. Akibatnya pikiran bawah sadar dia dengan segala cara berusaha untuk menarik dia ke kembali ke zona nyaman. Akhir cerita dia yang semula jujur menjadi anak yang suka mencuri à ketahuan à kami kembalikan ke habitat nya semula (zona nyaman).
Hati-hati, bagi yang sudah bekerja keras tetapi hasilnya se gitu-gitu saja, atau yang memiliki penghasilan besar tetapi simpanan/tabungan untuk masa depan hanya segitu-gitu saja justru beban/kewajiban yang diperbanyak, misalnya : rumah, mobil pribadi, HP, TV, motor tidak cukup kalau hanya memiliki satu buah, suka kredit (kredit = membeli barang dengan uang yang belum dimiliki = tidak punya simpanan yang cukup untuk membeli secara cash = tidak punya bekal untuk menghadapi hari tua = tidak punya penghasilan pasif yang bisa diwariskan = meninggalkan beban besar pada diri sendiri dan mereka yang ditinggalkan), ganti-ganti TV, HP dll, hati-hati, kita mungkin masuk golongan orang yang memiliki skenario kehidupan miskin, ceiling nya rendah.

Cara Mengubah Belief/Peta Internal
Sebelum mengubah apa-apa, yang perlu disadari adalah, belief  atau peta internal, bukanlah kita. Untuk memudahkan, ibaratnya, diri (otak) kita adalah komputer atau hardware, sedang peta internal adalah program atau software. Sebagai komputer tentunya sangat sempurna, karena kita adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Sebagai perbandingan, otak lebah mamiliki 7000 sel. Hanya dengan 7000 sel lebah pekerja bisa membangun koloni, bisa melindungi ratu, bisa membangun sarang, bisa mencari madu dalam radius 11 km. Hebatnya si lebah gak pernah tersesat untuk pulang. Monyet memiliki 10 milyar sel. Seorang anak manusia begitu lahir, tanpa memandang ras, suku bangsa dan lain-lain, memiliki jumlah sel yang sama yaitu 100 milyar sel aktip ditambah 900 milyar sel pendukung, sehingga jumlah seluruhnya  satu trilyun sel. Ini hanya potensi yang masih harus dikembangkan. Yang menentukan adalah softwarenya disebut juga mindset. Jika sekarang ini ada perasaan tidak mampu, rendah diri, ekonomi kurang, pendidikan kurang dan sebagainya, ITU BUKAN KITA. Kebetulan saja program yang terinstall ke komputer adalah program ’sampah’.
Yang pertama kali dilakukan adalah menghilangkan dahulu (uninstall) belief-belief  yang tidak menunjang kemajuan (disebut mental block). Belief sering tercetus dalam ’self talk’ yang kita keluarkan saat menghadapi suatu tekanan atau masalah. Misalnya belief  ’uang tidak dibawa mati’.  Jika belief ini tidak dihilangkan, maka uang tidak akan pernah bisa menghampiri kita. Cara menghilangkannya bisa bermacam-macam, tetapi terlalu teknis untuk dibahas disini. Anda saya anjurkan untuk membaca bukunya Adi W Gunawan: Manage Your Mind for Success dan The Secret of Mindset serta bukunya Achmad Faiz Zaenuddin: Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT).
Jauh lebih efektif mengubah mindset / skenario kehidupan, dibandingkan menyangkalnya, kemudian ngotot bekerja atau berbisnis puluhan tahun, tanpa terlebih dahulu mengubah mindset. Hal tersebut hanya membuang-buang waktu dan kehidupan saja, karena hampir tidak banyak gunanya. Sebagian besar orang (95%) seperti berlari diatas treadmill, tidak kemana-mana.
Untuk bisa memiliki penghasilan yang besar, kita hanya perlu memasukkan program ’sudah memiliki penghasilan besar’. Selama bawah sadar programnya masih ’penghasilan kecil’, maka sekuat/sekeras apapun usaha, penghasilan kita tetap saja kecil. Program penghasilan kecil tadi berasal dari lingkungan disekitar kita. Penghasilan kita adalah +10% dari rata-rata penghasilan 10 orang yang paling mempengaruhi kita.

Referensi :
1.       Adi W Gunawan, “The Secret Of Mindset”, Gramedia Pustaka Utama.
2.     Adi W Gunawan, “Manage Your Mind For Success” Gramedia Pustaka Utama