Senin, 18 Oktober 2010

Trenggalek, 11 Agustus 2010
Organisasi Sukarela

Ali Mustofa, Anggota LKM Rejowinangun, Trenggalek, Jawa Timur [Dok. Istimewa]
Ali Mustofa, Anggota LKM Rejowinangun, Trenggalek, Jawa Timur [Dok. Istimewa]
Secara definisi, organisasi sukarela adalah himpunan orang yang bebas untuk berpartisipasi atau tidak, sesuai pilihannya sendiri. Organisasi ini terbuka bagi orang-orang yang memiliki minat atau maksud yang sama. Mereka menentukan kebijaksanaan sendiri dan mengarahkan kegiatan-kegiatannya sendiri. Keberadaan organisasi ini mewujudkan masyarakat yang selalu waspada (alert), peduli (concern), dan bertanggung-jawab (responsible).
Organisasi sukarela—baik besar maupun kecil—mempunyai tanggung-jawab ganda. Yaitu, pertama, memberi pelayanan atau meneruskan pelayanan untuk perbaikan   dan kemajuan masyarakat. Kedua, memberi kesempatan kepada anggotanya dan relawan lain untuk berbagi tanggung-jawab dalam mencapai maksud tersebut di atas, dengan jalan membantu program secara langsung ataupun tidak langsung.
Sekarang, definisi relawan (volunteer). Relawan adalah orang yang bersedia menyediakan waktunya tanpa dibayar untuk mencapai tujuan organisasi, dengan tanggung-jawab yang besar atau terbatas, tanpa atau dengan sedikit latihan khusus—tetapi dapat pula dengan latihan yang sangat intensif dalam bidang tertentu—untuk bekerja sukarela membantu tenaga profesional.
Lima dimensi kesukarelawanan adalah sebagai berikut.
  1. Relawan bukan pekerja karir. 
  2. Relawan bekerja tanpa gaji, upah atau honorarium.
  3. Relawan memiliki tanggung jawab yang berbeda dengan pekerja yang digaji. Tanggung jawab relawan terbatas pada tugas tertentu, sedangkan tenaga terlatih (profesional) mempunyai tanggung-jawab menyeluruh dan memimpin pelaksanaan tugas.
  4. Relawan mempunyai persiapan yang berbeda untuk kerja sukarelanya dari tenaga karir; yang terakhir ini harus memenuhi peryaratan spesifik dalam pendidikan dan pengalaman untuk bisa diterima sebagai pekerja, sedangkan relawan biasanya tidak ada syarat semacam itu.
  5. Relawan punya identifikasi yang berbeda terhadap organisasi dan masyarakat dibandingkan dengan pekerja karir yang bisa dipromosikan untuk posisi-posisi di organisasi lain dalam rangka pengembangan karirnya.
Kunci keberhasilan di atas ini adalah adanya kepemimpinan yang profesional, dan pimpinan sukarelawan yang kompeten.
Sayangnya, kecenderungan kesukarelaan saat ini antara lain, sekadar batu loncatan ke jenjang karir; menggunakan pendekatan tim, untuk berbagi kesempatan karena mereka tak bisa menyediakan waktu yang cukup; penyediaan anggaran untuk biaya operasi; penugasan jangka pendek (ad-hoc).
Untuk itu, diperlukan pelatihan bagi sukarelawan dengan tahap-tahap sebagai berikut.
  1. Persiapan. Mempersiapkan sukarelawan untuk menerima pelatihan mental dan fisik.
  2. Perkenalan. Memperkenalkan sukarelawan baru kepada orang-orang dalam organisasi.
  3. Orientasi. Pengenalan organisasi dan pekerjaan/tugasnya.
  4. Pelatihan Dasar. Pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan agar dapat melaksanakan pekerjaan.
  5. Pelatihan dalam pekerjaan (on-the-job training). Supervisi dan konsultasi secara individual.
  6. Pelatihan lanjutan (advanced training). Pelatihan guna mendapatkan kompetensi dalam melakukan pekerjaan.
  7. Pengakuan (recognition). Pengakuan terhadap hasil-hasil yang dicapai akan membuat orang merasa berharga/berguna dan telah mencapai sesuatu.
(Ali Mustofa, Anggota LKM Rejowinangun, Trenggalek, Jawa Timur; Firstavina)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar